Detik-detik Wafatnya Rasulullah saw.
Pada peristiwa haji Wada’, haji yang terakhir turunlah ayat,
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)
Pada
saat itu sahabat yang sangat dicintainya, Abu Bakar Ash Shidiq ra.
menangis tersedu-sedu. Rasulullah saw. kemudian bertanya, “Apa yang
membuatmu menangis wahai Abu Bakar?” Kemudian Abu Bakar menjawab, “Ini
adalah berita tentang kematian Rasulullah.”
Kemudian sekembalinya dari Haji Wada’ dan kurang dari tujuh hari menjelang wafatnya beliau, turunlah ayat yang terakhir,
“Dan
peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu
itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri
diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya,
sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Baqarah: 281)
Setelah
itu, orang yang paling kita cintai, Rasulullah saw. mulai merasakan
sakit. Tetapi sungguh, beliau adalah orang yang sangat peduli dengan
umatnya. Sangat peduli dengan kita. Beliau berkata, “Aku ingin
mengunjungi para syuhada’ Perang Uhud.” Subhanallah.. Bahkan ketika
sakit pun beliau masih mempedulikan umatnya yang sudah tiada. Ya
Rasulullah salam ‘alaika..
Maka, pada awal bulan Shafar
tahun 11 H pada pagi-pagi hari sekali beliau pun berangkat ke Jabal
Uhud, tempat dimana para syuhada’ berkumpul. Andai mereka bisa melihat
bahwa Rasulullah saw. mengunjunginya,tentulah mereka akan haru seperti
ketika kita membaca kisah ini. Kemudian setelah sampai, beliau pun
berdiri di sana dan berkata, “Salam atas kalian wahai syuhada’ Uhud.
Kalian adalah orang-orang yang mendahului kami. Insya Allah, kami akan
menyusul kalian. Dan sesungguhnya, aku akan menyusul kalian..”
Kemudian,
beliau pun pulang menuju rumahnya sambil menangis. Kemudian para
sahabat pun mulai keheranan, apa yang membuat beliau menangis. Mereka
bertanya, “Apa yang membuat Anda menangis ya Rasulullah?” Beliau
bersabda, “Aku merindukan saudara-saudara seiman.” Para sahabat pun
berkata, “Bukankah kami ini saudara-saudaramu seiman ya Rasulullah.”
Beliau pun bersabda, “Bukan. Kalian adalah sahabat-sahabatku. Adalah
saudara seimanku adalah orang-orang yang datang setelahku. Mereka
beriman kepadaku tetapi mereka belum pernah melhatku.” Betapa mulia
akhlak beliau ini. Bahkan ketika menjelang wafatnya, ketika kondisinya
masih dalam keadaan sakit, beliau merindukan kita. Kita yang dirindukan
beliau. Kita yang belum pernah berjumpa dengan beliau. Kita ini yang
dirindukannya… Subhanallah… Ya Rasulullah.. Kami rindu padamu..
Pada
hari Senin, 29 Shafar, beliau menghadiri pemakaman salah seorang yang
meninggal di pemakaman Baqi’. Setelah selesai, beliau pun pulang ke
rumah. Di perjalanan, beliau merasa pusing dan badannya panas sekali.
Maka sakit beliau pun bertambah hebat. Namun, selama sakit yang
bertambah parah itu, beliau masih sempat menjadi imam salat bagi kaum
muslimin selama 11 hari. Subhanallah… Kemudian, empat hari menjelang
wafatnya, pada saat akan mengimami salat Isya’ beliau baru merasakan
tiada daya dan meminta untuk digantikan Abu Bakar Ash Shidiq.. Ya
Rasulullah, andai kami ada di sana, tentulah kami akan turut merawatmu..
Semakin
hari sakit yang beliau rasakan semakin menghebat. Tiga hari menjelang
perjumpaan dengan Rabbnya, beliau bertambah tiada daya. Saat itu beliau
di rumah salah seorang istrinya, Maimunah. Beliau pun meminta para
istrinya berkumpul, “Berkumpullah istri-istriku..” Kemudian berkumpullah
istri-istri beliau..
Rasa haru semakin menjadi-jadi,
ketika beliau meminta izin kepada para istrinya untuk tinggal di rumah
Ummul Mukminin Aisyah ra. “Apakah kalian mengizinkan aku tinggal di
rumah ‘Aisyah?” Para istri beliau pun bertambah haru dan berkata, “Kami
mengizinkan Anda ya Rasulullah.” Sungguh.. Rasulullah adalah seorang
suami yang sangat mencintai istri-istrinya.. Bahkan ketika beliau sakit
menjelang wafatnya, beliau pun tidak ingin menyakiti istri-istrinya..
Beliau meminta izin, hanya untuk tinggal di rumah istrinya yang lain,
Aisyah..
Kemudian beliau ingin berdiri dan menuju ke rumah Aisyah. Tetapi beliau tidak mampu. Fisik beliau lemah. Ya Allah..
Lalu
datanglah menantu beliau yang sangat setia, Ali bin Abu Thalib, dan
seorang kerabat beliau yang lainnyapemuda yang sangat baik, Fadhl bin
Abbas. Kedua orang ini pun akhirnya membopong Rasulullah saw. ke rumah
Aisyah.. Subhanallah.. Ya Rasulullah.. Anda kami ada di sana, tentulah
kami akan turut membopongmu.. Salam untukmu ya Rasulullah..
Para
sahabat yang melihat kejadian tersebut terkejut bukan main. Mereka
tidak pernah melihat Rasulullah dibopong, digendong seperti itu.
Sedemikian parahkah sakit Rasulullah. Mereka pun semakin keheranan. “Ada
apa dengan Rasulullah? Apa yang terjadi dengan Rasulullah?” Mereka
sangat mengkhawatirkan kondisi Rasulullah. Mereka cemas bercampur
bingung. Kemudian orang-orang pun berkumpul di Masjid Nabawi dan
membicarakan apa yang terjadi sebenarnya.
Di rumah Aisyah,
di samping Masjid Nabawi, Rasulullah semakin berkeringat. Seluruh tubuh
beliau semakin berkeringat. Kemudian Aisyah menunjukkan rasa cemasnya
dan berkata, “Saya belum pernah melihat seorang manusia berkeringat
sederas ini..” Maka Aisyah pun mengambil tangan beliau dan mengusap
keringatnya dengan tangan Rasulullah saw. Kemudian Aisyah berkata,
“Sesungguhnya tangan Rasulullah lebih mulia dan lebih lembut daripada
tanganku. Oleh karena itu aku mengusap keringat beliau dengan tangannya
bukan dengan tangaku.”
Lalu Aisyah berkata, “Aku mendengar
beliau berkata: Laa ilaaha illallaah.. Sesungguhnya kematian itu
memiliki sekarat.. Laa ilaaha illallaah.. Sesungguhnya kematian itu
memiliki sekarat..”
Kemudian di masjid terdengar suara
gadu. Orang-orang yang berkumpul mulai ribut dan kebingungan dengan
kondisi Rasulullah saw. sehingga mereka pun gaduh. Rasulullah yang
mendengarnya bersabda, “Ada apa ini?” Kemudian Aisyah berkara, “Mereka
mengkhawatirkan Anda ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. minta
diantar menuju masjid dan berdiri di atas mimbar dan bersabda,
“Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan aku bukanlah di dunia.
Tempat perjanian kalian dengan aku adalah di haudh (telaga). Demi Allah,
sesungguhnya seolah-olah aku sekarang sedang melihat kepadanya di depan
aku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku
khawatirkan atas kalian. Tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukanya
dunia atas kalian sehingga kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya
sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berlomba-lomba
mendapatkannya. Dan dunia itu membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
Kemudian
beliau bersabda, “Allah.. Allah.. Salat..Allah.. Salat.. Allah..”
Beliau terus menerus mengulang kata tersebut. Kemudian beliau bersabda
lagi, “Wahai manusia, aku wasiatkan kepada kalian agar berbuat baik
terhadap kaum wanita.” Inilah dia.. Dua wasiat Rasulullah yang
memerintahkan kepada umat Islam agar memelihara salatnya dan memuliakan
wanita.. Subhanallah..
Beliau kemudian bersabda, “Wahai
manusia, sesungguhnya ada seorang hamba, yang Allah swt. telah
memberikan pilihan kepadanya, antara dunia dengan apa yang ada di
sisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.” Para sahabat yang
mendengarnya, tidak paham apa yang dimaksudkan Rasulullah kecuali Abu
Bakar Ash Shidiq. Adalah kebiasaan para sahabat, ketika Rasulullah
sedang berbicara maka mereka mendengarkan. Tetapi, ketika Rasulullah
berkata seperti itu, Abu Bakar pun tidak dapat menahan diri dan hanyut
dalam keharuan yang luar biasa, sehingga dia pun menangis sesenggukan.
Abu
Bkaar berkata, “Kami tebus Anda dengan bapak-bapak kami ya Rasulullah..
Kami tebus Anda dengan ibu-ibu kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda
dengan anak-anak kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan istri-istri
kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan harta-harta kami ya
Rasulullah..” Subhanallah.. Wallahu Akbar.. Ya Rasulullah salam atasmu..
Bagi para sahabat, Rasulullah lebih berharga dari ayah, ibu, anak, dan hara mereka.. Bagaimana dengan kita.. Ya Allah…
Abu
Bakar mengulang-ulang kalimat tersebut sambil menagis di hadapan
Rasulullah. Para sahabat pun ikut menangis. Tetapi mereka pun heran,
bagaimana mungkin seorang sahabat yang paling dekat dengan rasulullah
berani memotong pembicaraan beliau..
Kemudian Rasulullah
saw. bersabda, “Wahai manusia, tidak ada seorang pun di antara kalian di
sisi kami yang memiliki keutamaan, melainkan kami telah membalasnya,
kecuali Abu Bakar. Aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan
balasannya kepada Allah swt. Setiap pintu menuju masjid ditutup, kecuali
pintu Abu Bakar tidak ditutup selama-lamanya.”
Kemudian
mulailah beliau berdoa, “Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian,
mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah melindungi
kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah
meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan dan menjaga kalian.”
Subhanallah… Bahkan menjelang sakaratul maut beliau pun masih mendoakan
kita. Lalu bagaimana dengan kita? Berapa banyal larangan yang beliau
sampaikan kepada kita tetapi kita mengabaikannya? Masya Allah…
Ada
sebuah kisah yang dituturkan Ibnu Abbas. Suatu ketika Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i
yang menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin-Nya. Aku ini bagimu
bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang
merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit
berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia
melakukannya di hari Kiamat nanti.”
Sekali dua kali beliau
mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga kalinya barulah berdiri
seorang laki-laki bernama Ukasyah Ibnu Muhsin. Ia berdiri di hadapan
Nabi s.a.w sambil berkata:
“Ibuku dan ayahku menjadi
tebusanmu ya Rasullah. Kalau tidaklah karena engkau telah berkali-kali
menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan
berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu. Dulu,
aku pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan
sekali dengan untamu, maka aku pun turun dari atas untaku dan aku
menghampiri engkau, lantas aku pun mencium paha engkau. Kemudian engkau
mengangkat cambuk memukul untamu supaya berjalan cepat, tetapi engkau
sebenarnya telah memukul lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu
dengan engkau sengaja atau tidak ya…Rasul Allah, ataukah barangkali
maksudmu dengan itu hendak melecut untamu sendiri ?”
Kemudian
Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, ”Supaya Fatimah
memberikan kepadaku cambukku ” kata beliau Bilal segera ke luar Masjid
dengan tangannya diletakkannya di atas
kepalanya. Ia heran dan tak
habis pikir, “Inilah Rasulullah memberikan kesempatan mengambil qishas
terhadap dirinya!” Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari
dalam : “Siapakah diluar?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil cambuk
Rasullah” jawab Bilal.
”Duhai Bilal, apakah yang akan
dilakukan ayahku dengan cambuk ini?” tanya Fatimah kepada Bilal. “Ya
Fatimah! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil
qishas terhadap dirinya ” Bilal menegaskan.
“Siapakah pula
gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas Rasulullah?” tukas
Fatimah keheranan. Biarlah hamba saja yang menjadi ganti untuk dicambuk.
Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu
diberikannya kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke
tangan ‘Ukasyah.
Suasana mulai tegang… Semua sahabat
bergerak…. Semua berdiri…. Jangankan dicambuk, dicolek saja, ia akan
berhadapan dengan kami. Mungkin begitu mereka bicara dalam hati. Semua
mata melotot. Memandang Ukasyah dan sebilah cambuk.
Saat
itulah, Abu Bakar dan Umar r.a. bicara, “Hai ‘Ukasyah! kami sekarang
berada di hadapanmu, pukul qishas-lah kami berdua, dan jangan
sekali-kali engaku pukul Rasulullah saw!”
Mungkin saat itu Umar meraba pedangnya. Seandainya saja, diizinkan akan aku penggal kepala orang yang menyakiti Rasulullah.
Rasulullah
menahan dua sahabatnya. Berkata sang pemimpin yang dicintai ini, “Duhai
sahabatku, Duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui kedudukan
kamu berdua!”
Kemudian berdiri pula Ali bin Abu Thalib
sambil berkata. Kali ini lebih garang dari sahabat Abu Bakar: ”Hai
Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Rasulullah. Aku tidak
sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qishas
memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tangnmu
dan deralah aku dengan tanganmu sendiri!”
Ali tampil ke
muka. Memberikan punggungnya dan jiwa serta cintanya buat orang yang
dicintainya. Subhanallah… ia tak rela sang Rasul disakiti. Ia merelakan
berkorban nyawa untuk sang pemimpin. Nabi pun menahan. ”Allah swt telah
tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”
Ali surut,
bergantianlah kemudian tampil dua kakak beradik, Hasan dan Husein. ”Hai
Ukasyah! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah
cucu kandung Rasulullah, dan qishaslah kami dan itu berarti sama juga
dengan mengqishas Rasulullah sendiri!”
Tetapi Rasulullah
menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata “Duduklah kalian berdua,
duhai penyejuk mataku!” Dan akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah!
pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil qishas!” “Ya Rasul Allah!
sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat kain
di badanku” Kata Ukasyah. kembali suasana semakin panas dan tegang.
Semua orang berpikir, apa maunya si Ukasyah ini. Sudah berniat mencambuk
Rasul, ia malah meminta Rasul membuka baju. “Kurang ajar sekali si
Ukasyah ini. Apa maunya ini orang…”
Tanpa bicara…. Tanpa
kata… Rasulullah membuka bajunya. Semua yang hadir menahan napas… Banyak
yang berteriak sambil menangis… Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah… Ada
yang tertahan di dadanya. Ia segera maju melangkah, melepas cambuknya.
Tatkala
‘Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah dan tanda kenabian di
punggungnya, ia segera mendekap tubuh Nabi sepuas-puasnya sambil berkata
: “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulallah, siapakah yang tega sampai
hatinya untuk mengambil kesempatan mengqishas engkau ya Rasul Allah ?
Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar supaya
tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia, dan agar supaya Allah
swt dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari sentuhan api neraka”
Akhirnya
berkatalah Nabi saw “Ketahuilah wahai para sahabat ! barangsiapa yang
ingin melihat penduduk surga, maka melihatlah kepada pribadi laki-laki
ini!” Lantas bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium
‘Ukasyah di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah cinta. Buruk
sangka berubah bangga. Berkatalah mereka, “Berbahagialah engkau yang
telah mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah saw di
surga kelak!”
Dan perkataan terakhir beliau sebelum turun
dari atas mimbar, “Wahai manusia sampaikan salamku kpada orang yang
mengikutiku di antara umatku hingga hari kiamat.”Setelah itu beliau
kembali dibawa masuk ke dalam rumah. Subhanallah… Sungguh kecintaan
beliau terhadap kita (umatnya) begitu besar.. Tetapi kita.. Seringkali
durhaka kepada beliau.. Masya Allah..
Kemudian masuklah
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shidiq. Di tangannya ada siwak. Beliau
melihat terus ke arah siwak itu, tetapi serasa tidak mampu untuk
mengatakannya. Ya Allah…
Kemudian Aisya paham maksud
Rasulullah saw. itu, dan Aisyah pun mengambil siwak yang ada di tangan
Abdurrahman bin Abu Bakar dan memberikannya kepada Rasulullah saw.
hingga yang terakhir kali masuk ke dalam perut Rasulullah saw. adalah
air ludahnya..
Kemudian pada tanggal 12 Rabiul Awwal pagi
hari, datanglah Fatimah binti Rasulullah saw. Fatimah pun menangis saat
masuk ke kamar Rasulullah saw. Dia menangis setiap kali menemui
Rasulullah saw. Beliau berdiri dan menciumnyadi antara kedua matanya.
Setelah itu beliau tidak mampu berdiri lagi. Kemudian beliau
memerintahkan Fatimah untuk mendekat kepadanya seraya berkata,
“Mendekatlah kemari wahai Fatimah.” Beliau pun membisikkan sesuatu di
telinga Fatimah. Kemudian Fatimah pun menangis. Setelah itu beliau
bersabda kembali, “Mendekatlah lagi kemari wahai Fatimah.” Maka Fatimah
pun mendekat, dan Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah, dan
Fatimah pun tersenyum.
Setelah wafatnya Rasulullah saw.,
Fatimah pun bercerita, “Pertama kalinya beliau berkta kepadaku: Wahai
Fatimah aku akan meninggal malam ini. Maka aku pun menangis. Saat beliau
melihatku menangis, beliau pun membisikkan lagi kepadaku: Engkau adalah
keluargaku yang akan pertama kali bertemu dengaku. Maka aku pun
tersenyum.”
Kemudian Rasulullah memanggil Hasan dan
Husein. Beliau menciumnya dan memberikan wasiat kepada keduanya. Lalu
Rasulullah memanggil semua istrinya dan memberikan wasiat serta nasihat
kepadanya. Kemudian beliau pun memanggil orang-orang dan berwasian
kepada mereka agar menjaga salatnya. Beliau terus menerus
mengulang-ulang wasiat beliau itu.
Hingga rasa sakit pun
semakin menghebat. Beliau pun memerintahkan agar orang-orang keluar,
“Keluarlah kalian.” Kemudian beliau bersabda, “Mendekatlah wahai Aisyah.
Beliau pun bersandar di dada Aisyah kemudian beliau bersabda, “Bahkan
Ar Rafiqul A’la.. Bahkan Ar Rafiqul A’la..” Seolah-olah beliau disuruh
memilih kehidupan dunia atau Ar Rafiqul A’la..
Kemudian
masuklah Malaikat Jibril as. Menemui Rasulullah saw., “Malaikat Maut ada
di depan pintu. Dia meminta izin untuk menemuimu. Dia tidak pernah
minta izin kepada orang lain selainmu.” Maka beliau bersabda, “izinkah
untuknya wahai Jibril.” Kemudian masuklah Malaikat Maut,
“Assalammu’alaikum wahai rasulullah. Allah telah mengutusku untuk
memberi pilihan kepadamu apakah ingin memilih kehidupan dunia atau
bertemu dengan Allah di kehidupan akhirat.” Kemudian beliau bersabda,
“Aku memilih Ar Rafiqul a’la.. aku memilih Ar Rafiqul A’la.. Bersama
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah: yaitu para nabi, para
shiddiqin, para syahada’, dan para orang-orang saleh. Mereka itulah
sebaik-baik teman”
Berdirilah Malaikat Maut di sisi kepala
Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai ruh yang baik, ruh Muhammad bin
Abdullah. Keluarlah menuju keridhaan Allah menuju Rabb yang tidak murka
dan yang ridha..”
Aisyah menceritakan, “Maka jatuhlah
tangan beliau dan semakin beratlah kepala beliau di dadaku. Maka aku pun
mengetahui bahwa beliau telah wafat. Aku tidak tahu apa yang harus aku
lakukan selain keluar dan memberitahu orang-orang bahwa Rasulullah telah
wafat. Kemudian terdengarlah tangisan orang-orang dari arah dalam
masjid. Ali bin Abu Thalib terkejut hingga terduduk mendengar berita
tersebut. Usman bin Affan seperti anak kecil yangggerak-gerakkan
tangannya ke kanan dan ke kiri. Ada pun Umar berkata: Jika ada orang
yang mengatakan Rasulullah telah meninggal, maka akan ku potong lehernya
dengan pedangku. Beliau hanya pergi menemui Rabbnya dan akan kembali
sebagaimana Musa menemui Rabbnya.”
Yang paling tegas
adalah Abu Bakar. Ketika mendengar perkataan Umar, dia segera menemuinya
dan berkata, “Barang siapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya
Muhammad telah meninggal. Barangsiapa menyembah Allah, Dia tidak akan
binasa. Allah berfirman: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah
Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang ? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada
Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.’ (QS Ali Imran 144).” Seketika itu, Umar pun terjatuh seolah-olah belum pernah mendengar ayat itu.
Innalillahi
wa inna ilaihi raa ji’uun.. Orang yang paling kita cintai, Rasulullah
wafat pada waktu Dhuha tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 H pada usia 63
tahun. Semoga salam dan salawat selalu tercurahkan kepadamu ya
Rasulullah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar