Sabtu, 07 Januari 2012

Kisah Wafatnya Mahluq Yang Dicintai Allah & Mahluqnya ....

Detik-detik Wafatnya Rasulullah saw.

Pada peristiwa haji Wada’, haji yang terakhir turunlah ayat,
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah: 3)

Pada saat itu sahabat yang sangat dicintainya, Abu Bakar Ash Shidiq ra. menangis tersedu-sedu. Rasulullah saw. kemudian bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Bakar?” Kemudian Abu Bakar menjawab, “Ini adalah berita tentang kematian Rasulullah.”

Kemudian sekembalinya dari Haji Wada’ dan kurang dari tujuh hari menjelang wafatnya beliau, turunlah ayat yang terakhir,
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Baqarah: 281)

Setelah itu, orang yang paling kita cintai, Rasulullah saw. mulai merasakan sakit. Tetapi sungguh, beliau adalah orang yang sangat peduli dengan umatnya. Sangat peduli dengan kita. Beliau berkata, “Aku ingin mengunjungi para syuhada’ Perang Uhud.” Subhanallah.. Bahkan ketika sakit pun beliau masih mempedulikan umatnya yang sudah tiada. Ya Rasulullah salam ‘alaika..

Maka, pada awal bulan Shafar tahun 11 H pada pagi-pagi hari sekali beliau pun berangkat ke Jabal Uhud, tempat dimana para syuhada’ berkumpul. Andai mereka bisa melihat bahwa Rasulullah saw. mengunjunginya,tentulah mereka akan haru seperti ketika kita membaca kisah ini. Kemudian setelah sampai, beliau pun berdiri di sana dan berkata, “Salam atas kalian wahai syuhada’ Uhud. Kalian adalah orang-orang yang mendahului kami. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Dan sesungguhnya, aku akan menyusul kalian..”

Kemudian, beliau pun pulang menuju rumahnya sambil menangis. Kemudian para sahabat pun mulai keheranan, apa yang membuat beliau menangis. Mereka bertanya, “Apa yang membuat Anda menangis ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Aku merindukan saudara-saudara seiman.” Para sahabat pun berkata, “Bukankah kami ini saudara-saudaramu seiman ya Rasulullah.” Beliau pun bersabda, “Bukan. Kalian adalah sahabat-sahabatku. Adalah saudara seimanku adalah orang-orang yang datang setelahku. Mereka beriman kepadaku tetapi mereka belum pernah melhatku.” Betapa mulia akhlak beliau ini. Bahkan ketika menjelang wafatnya, ketika kondisinya masih dalam keadaan sakit, beliau merindukan kita. Kita yang dirindukan beliau. Kita yang belum pernah berjumpa dengan beliau. Kita ini yang dirindukannya… Subhanallah… Ya Rasulullah.. Kami rindu padamu..

Pada hari Senin, 29 Shafar, beliau menghadiri pemakaman salah seorang yang meninggal di pemakaman Baqi’. Setelah selesai, beliau pun pulang ke rumah. Di perjalanan, beliau merasa pusing dan badannya panas sekali. Maka sakit beliau pun bertambah hebat. Namun, selama sakit yang bertambah parah itu, beliau masih sempat menjadi imam salat bagi kaum muslimin selama 11 hari. Subhanallah… Kemudian, empat hari menjelang wafatnya, pada saat akan mengimami salat Isya’ beliau baru merasakan tiada daya dan meminta untuk digantikan Abu Bakar Ash Shidiq.. Ya Rasulullah, andai kami ada di sana, tentulah kami akan turut merawatmu..

Semakin hari sakit yang beliau rasakan semakin menghebat. Tiga hari menjelang perjumpaan dengan Rabbnya, beliau bertambah tiada daya. Saat itu beliau di rumah salah seorang istrinya, Maimunah. Beliau pun meminta para istrinya berkumpul, “Berkumpullah istri-istriku..” Kemudian berkumpullah istri-istri beliau..

Rasa haru semakin menjadi-jadi, ketika beliau meminta izin kepada para istrinya untuk tinggal di rumah Ummul Mukminin Aisyah ra. “Apakah kalian mengizinkan aku tinggal di rumah ‘Aisyah?” Para istri beliau pun bertambah haru dan berkata, “Kami mengizinkan Anda ya Rasulullah.” Sungguh.. Rasulullah adalah seorang suami yang sangat mencintai istri-istrinya.. Bahkan ketika beliau sakit menjelang wafatnya, beliau pun tidak ingin menyakiti istri-istrinya.. Beliau meminta izin, hanya untuk tinggal di rumah istrinya yang lain, Aisyah..

Kemudian beliau ingin berdiri dan menuju ke rumah Aisyah. Tetapi beliau tidak mampu. Fisik beliau lemah. Ya Allah..

Lalu datanglah menantu beliau yang sangat setia, Ali bin Abu Thalib, dan seorang kerabat beliau yang lainnyapemuda yang sangat baik, Fadhl bin Abbas. Kedua orang ini pun akhirnya membopong Rasulullah saw. ke rumah Aisyah.. Subhanallah.. Ya Rasulullah.. Anda kami ada di sana, tentulah kami akan turut membopongmu.. Salam untukmu ya Rasulullah..

Para sahabat yang melihat kejadian tersebut terkejut bukan main. Mereka tidak pernah melihat Rasulullah dibopong, digendong seperti itu. Sedemikian parahkah sakit Rasulullah. Mereka pun semakin keheranan. “Ada apa dengan Rasulullah? Apa yang terjadi dengan Rasulullah?” Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi Rasulullah. Mereka cemas bercampur bingung. Kemudian orang-orang pun berkumpul di Masjid Nabawi dan membicarakan apa yang terjadi sebenarnya.

Di rumah Aisyah, di samping Masjid Nabawi, Rasulullah semakin berkeringat. Seluruh tubuh beliau semakin berkeringat. Kemudian Aisyah menunjukkan rasa cemasnya dan berkata, “Saya belum pernah melihat seorang manusia berkeringat sederas ini..” Maka Aisyah pun mengambil tangan beliau dan mengusap keringatnya dengan tangan Rasulullah saw. Kemudian Aisyah berkata, “Sesungguhnya tangan Rasulullah lebih mulia dan lebih lembut daripada tanganku. Oleh karena itu aku mengusap keringat beliau dengan tangannya bukan dengan tangaku.”

Lalu Aisyah berkata, “Aku mendengar beliau berkata: Laa ilaaha illallaah.. Sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat.. Laa ilaaha illallaah.. Sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat..”

Kemudian di masjid terdengar suara gadu. Orang-orang yang berkumpul mulai ribut dan kebingungan dengan kondisi Rasulullah saw. sehingga mereka pun gaduh. Rasulullah yang mendengarnya bersabda, “Ada apa ini?” Kemudian Aisyah berkara, “Mereka mengkhawatirkan Anda ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. minta diantar menuju masjid dan berdiri di atas mimbar dan bersabda, “Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan aku bukanlah di dunia. Tempat perjanian kalian dengan aku adalah di haudh (telaga). Demi Allah, sesungguhnya seolah-olah aku sekarang sedang melihat kepadanya di depan aku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukanya dunia atas kalian sehingga kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berlomba-lomba mendapatkannya. Dan dunia itu membinasakan orang-orang sebelum kalian.”

Kemudian beliau bersabda, “Allah.. Allah.. Salat..Allah.. Salat.. Allah..” Beliau terus menerus mengulang kata tersebut. Kemudian beliau bersabda lagi, “Wahai manusia, aku wasiatkan kepada kalian agar berbuat baik terhadap kaum wanita.” Inilah dia.. Dua wasiat Rasulullah yang memerintahkan kepada umat Islam agar memelihara salatnya dan memuliakan wanita.. Subhanallah..

Beliau kemudian bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya ada seorang hamba, yang Allah swt. telah memberikan pilihan kepadanya, antara dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.” Para sahabat yang mendengarnya, tidak paham apa yang dimaksudkan Rasulullah kecuali Abu Bakar Ash Shidiq. Adalah kebiasaan para sahabat, ketika Rasulullah sedang berbicara maka mereka mendengarkan. Tetapi, ketika Rasulullah berkata seperti itu, Abu Bakar pun tidak dapat menahan diri dan hanyut dalam keharuan yang luar biasa, sehingga dia pun menangis sesenggukan.

Abu Bkaar berkata, “Kami tebus Anda dengan bapak-bapak kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan ibu-ibu kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan anak-anak kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan istri-istri kami ya Rasulullah.. Kami tebus Anda dengan harta-harta kami ya Rasulullah..” Subhanallah.. Wallahu Akbar.. Ya Rasulullah salam atasmu..

Bagi para sahabat, Rasulullah lebih berharga dari ayah, ibu, anak, dan hara mereka.. Bagaimana dengan kita.. Ya Allah…

Abu Bakar mengulang-ulang kalimat tersebut sambil menagis di hadapan Rasulullah. Para sahabat pun ikut menangis. Tetapi mereka pun heran, bagaimana mungkin seorang sahabat yang paling dekat dengan rasulullah berani memotong pembicaraan beliau..

Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Wahai manusia, tidak ada seorang pun di antara kalian di sisi kami yang memiliki keutamaan, melainkan kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar. Aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan balasannya kepada Allah swt. Setiap pintu menuju masjid ditutup, kecuali pintu Abu Bakar tidak ditutup selama-lamanya.”

Kemudian mulailah beliau berdoa, “Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah melindungi kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan dan menjaga kalian.” Subhanallah… Bahkan menjelang sakaratul maut beliau pun masih mendoakan kita. Lalu bagaimana dengan kita? Berapa banyal larangan yang beliau sampaikan kepada kita tetapi kita mengabaikannya? Masya Allah…

Ada sebuah kisah yang dituturkan Ibnu Abbas. Suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin-Nya. Aku ini bagimu bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia melakukannya di hari Kiamat nanti.”

Sekali dua kali beliau mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga kalinya barulah berdiri seorang laki-laki bernama Ukasyah Ibnu Muhsin. Ia berdiri di hadapan Nabi s.a.w sambil berkata:

“Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasullah. Kalau tidaklah karena engkau telah berkali-kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu. Dulu, aku pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun turun dari atas untaku dan aku menghampiri engkau, lantas aku pun mencium paha engkau. Kemudian engkau mengangkat cambuk memukul untamu supaya berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja atau tidak ya…Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu hendak melecut untamu sendiri ?”


Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, ”Supaya Fatimah memberikan kepadaku cambukku ” kata beliau Bilal segera ke luar Masjid dengan tangannya diletakkannya di atas
kepalanya. Ia heran dan tak habis pikir, “Inilah Rasulullah memberikan kesempatan mengambil qishas terhadap dirinya!” Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari dalam : “Siapakah diluar?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil cambuk Rasullah” jawab Bilal.

”Duhai Bilal, apakah yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini?” tanya Fatimah kepada Bilal. “Ya Fatimah! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil qishas terhadap dirinya ” Bilal menegaskan.

“Siapakah pula gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas Rasulullah?” tukas Fatimah keheranan. Biarlah hamba saja yang menjadi ganti untuk dicambuk. Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu diberikannya kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke tangan ‘Ukasyah.

Suasana mulai tegang… Semua sahabat bergerak…. Semua berdiri…. Jangankan dicambuk, dicolek saja, ia akan berhadapan dengan kami. Mungkin begitu mereka bicara dalam hati. Semua mata melotot. Memandang Ukasyah dan sebilah cambuk.

Saat itulah, Abu Bakar dan Umar r.a. bicara, “Hai ‘Ukasyah! kami sekarang berada di hadapanmu, pukul qishas-lah kami berdua, dan jangan sekali-kali engaku pukul Rasulullah saw!”

Mungkin saat itu Umar meraba pedangnya. Seandainya saja, diizinkan akan aku penggal kepala orang yang menyakiti Rasulullah.

Rasulullah menahan dua sahabatnya. Berkata sang pemimpin yang dicintai ini, “Duhai sahabatku, Duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui kedudukan kamu berdua!”

Kemudian berdiri pula Ali bin Abu Thalib sambil berkata. Kali ini lebih garang dari sahabat Abu Bakar: ”Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Rasulullah. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qishas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tangnmu dan deralah aku dengan tanganmu sendiri!”

Ali tampil ke muka. Memberikan punggungnya dan jiwa serta cintanya buat orang yang dicintainya. Subhanallah… ia tak rela sang Rasul disakiti. Ia merelakan berkorban nyawa untuk sang pemimpin. Nabi pun menahan. ”Allah swt telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”

Ali surut, bergantianlah kemudian tampil dua kakak beradik, Hasan dan Husein. ”Hai Ukasyah! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah cucu kandung Rasulullah, dan qishaslah kami dan itu berarti sama juga dengan mengqishas Rasulullah sendiri!”

Tetapi Rasulullah menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata “Duduklah kalian berdua, duhai penyejuk mataku!” Dan akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah! pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil qishas!” “Ya Rasul Allah! sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat kain di badanku” Kata Ukasyah. kembali suasana semakin panas dan tegang. Semua orang berpikir, apa maunya si Ukasyah ini. Sudah berniat mencambuk Rasul, ia malah meminta Rasul membuka baju. “Kurang ajar sekali si Ukasyah ini. Apa maunya ini orang…”

Tanpa bicara…. Tanpa kata… Rasulullah membuka bajunya. Semua yang hadir menahan napas… Banyak yang berteriak sambil menangis… Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah… Ada yang tertahan di dadanya. Ia segera maju melangkah, melepas cambuknya.

Tatkala ‘Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah dan tanda kenabian di punggungnya, ia segera mendekap tubuh Nabi sepuas-puasnya sambil berkata : “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulallah, siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan mengqishas engkau ya Rasul Allah ? Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar supaya tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia, dan agar supaya Allah swt dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari sentuhan api neraka”

Akhirnya berkatalah Nabi saw “Ketahuilah wahai para sahabat ! barangsiapa yang ingin melihat penduduk surga, maka melihatlah kepada pribadi laki-laki ini!” Lantas bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium ‘Ukasyah di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah cinta. Buruk sangka berubah bangga. Berkatalah mereka, “Berbahagialah engkau yang telah mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah saw di surga kelak!”

Dan perkataan terakhir beliau sebelum turun dari atas mimbar, “Wahai manusia sampaikan salamku kpada orang yang mengikutiku di antara umatku hingga hari kiamat.”Setelah itu beliau kembali dibawa masuk ke dalam rumah. Subhanallah… Sungguh kecintaan beliau terhadap kita (umatnya) begitu besar.. Tetapi kita.. Seringkali durhaka kepada beliau.. Masya Allah..

Kemudian masuklah Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shidiq. Di tangannya ada siwak. Beliau melihat terus ke arah siwak itu, tetapi serasa tidak mampu untuk mengatakannya. Ya Allah…

Kemudian Aisya paham maksud Rasulullah saw. itu, dan Aisyah pun mengambil siwak yang ada di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar dan memberikannya kepada Rasulullah saw. hingga yang terakhir kali masuk ke dalam perut Rasulullah saw. adalah air ludahnya..

Kemudian pada tanggal 12 Rabiul Awwal pagi hari, datanglah Fatimah binti Rasulullah saw. Fatimah pun menangis saat masuk ke kamar Rasulullah saw. Dia menangis setiap kali menemui Rasulullah saw. Beliau berdiri dan menciumnyadi antara kedua matanya. Setelah itu beliau tidak mampu berdiri lagi. Kemudian beliau memerintahkan Fatimah untuk mendekat kepadanya seraya berkata, “Mendekatlah kemari wahai Fatimah.” Beliau pun membisikkan sesuatu di telinga Fatimah. Kemudian Fatimah pun menangis. Setelah itu beliau bersabda kembali, “Mendekatlah lagi kemari wahai Fatimah.” Maka Fatimah pun mendekat, dan Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah, dan Fatimah pun tersenyum.

Setelah wafatnya Rasulullah saw., Fatimah pun bercerita, “Pertama kalinya beliau berkta kepadaku: Wahai Fatimah aku akan meninggal malam ini. Maka aku pun menangis. Saat beliau melihatku menangis, beliau pun membisikkan lagi kepadaku: Engkau adalah keluargaku yang akan pertama kali bertemu dengaku. Maka aku pun tersenyum.”

Kemudian Rasulullah memanggil Hasan dan Husein. Beliau menciumnya dan memberikan wasiat kepada keduanya. Lalu Rasulullah memanggil semua istrinya dan memberikan wasiat serta nasihat kepadanya. Kemudian beliau pun memanggil orang-orang dan berwasian kepada mereka agar menjaga salatnya. Beliau terus menerus mengulang-ulang wasiat beliau itu.

Hingga rasa sakit pun semakin menghebat. Beliau pun memerintahkan agar orang-orang keluar, “Keluarlah kalian.” Kemudian beliau bersabda, “Mendekatlah wahai Aisyah. Beliau pun bersandar di dada Aisyah kemudian beliau bersabda, “Bahkan Ar Rafiqul A’la.. Bahkan Ar Rafiqul A’la..” Seolah-olah beliau disuruh memilih kehidupan dunia atau Ar Rafiqul A’la..

Kemudian masuklah Malaikat Jibril as. Menemui Rasulullah saw., “Malaikat Maut ada di depan pintu. Dia meminta izin untuk menemuimu. Dia tidak pernah minta izin kepada orang lain selainmu.” Maka beliau bersabda, “izinkah untuknya wahai Jibril.” Kemudian masuklah Malaikat Maut, “Assalammu’alaikum wahai rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberi pilihan kepadamu apakah ingin memilih kehidupan dunia atau bertemu dengan Allah di kehidupan akhirat.” Kemudian beliau bersabda, “Aku memilih Ar Rafiqul a’la.. aku memilih Ar Rafiqul A’la.. Bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah: yaitu para nabi, para shiddiqin, para syahada’, dan para orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman”

Berdirilah Malaikat Maut di sisi kepala Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai ruh yang baik, ruh Muhammad bin Abdullah. Keluarlah menuju keridhaan Allah menuju Rabb yang tidak murka dan yang ridha..”

Aisyah menceritakan, “Maka jatuhlah tangan beliau dan semakin beratlah kepala beliau di dadaku. Maka aku pun mengetahui bahwa beliau telah wafat. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selain keluar dan memberitahu orang-orang bahwa Rasulullah telah wafat. Kemudian terdengarlah tangisan orang-orang dari arah dalam masjid. Ali bin Abu Thalib terkejut hingga terduduk mendengar berita tersebut. Usman bin Affan seperti anak kecil yangggerak-gerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Ada pun Umar berkata: Jika ada orang yang mengatakan Rasulullah telah meninggal, maka akan ku potong lehernya dengan pedangku. Beliau hanya pergi menemui Rabbnya dan akan kembali sebagaimana Musa menemui Rabbnya.”

Yang paling tegas adalah Abu Bakar. Ketika mendengar perkataan Umar, dia segera menemuinya dan berkata, “Barang siapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Barangsiapa menyembah Allah, Dia tidak akan binasa. Allah berfirman: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang ? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.’ (QS Ali Imran 144).” Seketika itu, Umar pun terjatuh seolah-olah belum pernah mendengar ayat itu.

Innalillahi wa inna ilaihi raa ji’uun.. Orang yang paling kita cintai, Rasulullah wafat pada waktu Dhuha tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 H pada usia 63 tahun. Semoga salam dan salawat selalu tercurahkan kepadamu ya Rasulullah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar