Penghancur Agama
oleh Agus Trisa pada 21 Desember 2011 pukul 6:40
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam kitab beliau Fathur Rabbani wa Faydhur Rahmani menyatakan bahwa orang yang disebut sebagai Penghancur Agama itu ada empat ciri-ciri, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak mengamalkan apa yang diketahuinya
Ketika seseorang masuk ke dalam agama Islam, dia akan diikat dengan seperangkat aturan yang disebut syariat. Syariat Islam meliputi berbagai macam bidang seruan. Ada seruan untuk individu yang meliputi ibadah-ibadah mahdhah seperti salat (QS. Al Baqarah: 43, QS. Al Hajj: 78), puasa (QS. Al Baqarah: 183), haji (QS. Ali Imran: 97), dzikir (QS. Al Ahzab: 41), dakwah, dan sebagainya. Ada juga seruan untuk kelompok masyarakat seperti melakukan amar makruf nahi munkar, dan yang dikhususkan untuk negara seperti menegakkan hudud.
Dalam konteks individu, sebagai seorang muslim kita seringkali menyerukan hal ini itu, tetapi diri sendiri tidak pernah melakukannya. Dia memerintahkan bertakwa kepada Allah, tetapi dia sendiri tidak mengerjakan ketakwaan tersebut. Dia memerintahkan orang salat, berpuasa, berzakat, berhaji, bersedekah, berdzikir, tetapi dia sendiri tidak pernah melakukannya. Dia memerintahkan orang lain menjadi seorang pengemban dakwah yang baik, tetapi dia sendiri menjadi seorang pengemban dakwah yang lemah, baik fikriyah maupun nafsiyahnya.
Allah telah mengingatkan kita,
“Sungguh besar kebencian Allah karena kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 3)
Jadi, sangat disayangkan. Banyak orang mengetahui tentang satu ilmu, tetapi dia menyembunyikannya. Dia mengetahui hukum menegakkan khilafah Islam adalah wajib, tetapi dia tidak menyampaikan. Banyak orang yang mengharamkan riba, tetapi dia tidak mau mendakwahkan betapa besarnya dosa riba dan ketika pemerintah melegalkan riba, dia justru tunduk pada pemerintah yang ‘menghalalkan’ riba tersebut. Masya Allah..
2. Mengamalkan apa yang tidak diketahui
Banyak sekali orang-orang yang tidak paham tentang agama, tetapi dia melakukan amalan-amalan agama ini itu padahal dia sendiri tidak mengetahui status hukum dari amalannya tersebut. Banyak sekali orang yang menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan peribadatan, bukan berdasarkan dalil tetapi hanya ‘dirasa-rasa’ saja. Dirasakan kok sepertinya ini berpahala yaa.. kok sepertinya ini islami yaa.. kok sepertinya ini baik yaa… padahal dia dia menyadari bahwa dirinya awam.
Padahal Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa yang membuat-buat suatu (perkara) baru dalam urusan kami ini, maka (perkara) tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
3. Tidak mencari tahu apa yang tidak diketahuinya
Islam itu agama yang luas. Ilmu Islam begitu banyak melebihi banyaknya buih di lautan. Ada orang yang mengetahui tentang satu ilmu, tetapi ada yang tidak mengetahui tentang ilmu yang lain. Bagi yang tidak mengetahui tentang satu ilmu, hendaknya mencari tahu. Misalnya hukum tentang benda dan hukum tentang perbuatan-perbuatan. Contohnya adalah kata khilafah dengan khilafiah atau khilaf. Padahal hakikat ketiganya berbeda. Tetapi, dia tetap berkutat pada pendiriannya dan tidak berusaha mencari tahu hakikatnya.
Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara’, sedangkan hukum asal benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Demikian kaidah ushul menjelaskan kepada kita. Jadi, jika tidak mengetahui tentang satu ilmu, hendaknya kita mencari tahu.
4. Menolak orang yang mengajari apa yang tidak diketahuinya
Sudah menyadari bahwa diri sendiri tidak mengetahui tentang satu ilmu tersebut, tetapi jika diberikan penjelasan, dia membantah bahkan terkesan melecehkan. Sudah dibuatkan Catatan-catatan tentang ‘apa itu khilafah’ dan hukum menegakkan khilafah tetapi tetap saja tidak mau membaca malah terus-terusan menyatakan bahwa khilafah itu sama dengan khilaf. Padahal hakikatnya berbeda.
Demikian pula, tentang wajibnya diterapkannya syariah Islam. Ketika ditunjukkan dalil-dalilnya, dia pun menolaknya dan meragukannya. Padahal dia sendiri tidak memiliki ilmu apa-apa untuk membantahnya. Lantas, dengan apa dia membantah? Masya Allah…
Ini hanyalah permisalan. Hendaknya kita tidak menjadi orang-orang yang menghancurkan agama dengan menjauhi segala perbuatan-perbuatan di atas. Waliyullah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah telah menjelaskan kepada kita tentag satu hal yang sangat baik, tidak ada yang perlu kita tolak dari penjelasan ulama’ ini. Subhanallah…
Wallahu a’lam binsh shawab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar