KIAMAT TIDAK AKAN TERJADI SEBELUM IMAM MAHDI MEMERANGI DAJJAL.BERIKUT PENJELASAN
TANDA-TANDA KIAMAT KECIL
Lenyapnya Orang-Orang Shalih. Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai Pemimpin
... Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
32. LENYAPNYA ORANG-ORANG SHALIH
Di antara tanda-tanda Kiamat adalah lenyapnya orang-orang shalih,
sedikitnya orang-orang pilihan, dan banyaknya kejahatan sehingga yang
ada hanyalah seburuk-buruknya manusia, kepada merekalah Kiamat akan
datang.
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr
Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَأْخُذَ اللهُ
شَرِيطَتَهُ مِنْ أَهْلِ اْلأَرْضِ فَيَبْقَى فِيهَا عَجَاجَةٌ لاَ
يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا.
‘Tidak akan
tiba hari Kiamat hingga Allah mengambil orang-orang baik dari penduduk
bumi, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka
tidak mengetahui yang baik dan tidak mengingkari yang munkar.’”[1]
Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan orang-orang baik dan para ulama,
lalu yang tersisa hanyalah orang-orang jelek yang tidak ada kebaikan di
dalam diri mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu diambil sementara manusia
menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin yang memberikan fatwa
tanpa ilmu.
Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
bapaknya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum, dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
يَأْتِي عَلَى
النَّاسِ زَمَانٌ يُغَرْبَلُونَ فِيهِ غَرْبَلَةً يَبْقَى مِنْهُمْ
حُثَالَةٌ قَدْ مَرِجَتْ عُهُودُهُمْ وَأَمَانَاتُهُمْ وَاخْتَلَفُوا
فَكَانُوا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari mereka hanyalah orang-orang yang hina,
perjanjian-perjanjian dan amanah mereka telah bercampur (tidak menentu),
dan mereka berselisih, maka mereka seperti ini.” Beliau merenggangkan
jari-jemarinya (menunjukkan keadaan mereka yang saling
bermusuhan-ed.).”[2]
Lenyapnya orang-orang shalih terjadi
ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika amar ma’ruf nahi munkar
ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat kemunkaran, lalu
mereka tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak, maka siksaan akan
turun kepada mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits
ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya:
أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ.
“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di
antara kami?” Beliau menjawab, “Betul, ketika kemaksiatan merajalela.”
[HR, Al-Bukhari][3]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah,
Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan
Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah
Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XI/181-182), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits
shahih dengan syarat asy-Syaikhani, jika al-Hasan mendengarkannya dari
‘Abdullah bin ‘Amr.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]. Musnad Ahmad (XII/12), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini
shahih akan tetapi kedua-nya (al-Bukhari dan Muslim) tidak
meriwayatkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Qaulin Nabiyyi J Wailun lil ‘Arab min Syarrin Qadiqtaraba (XIII/11, al-Fat-h).
33.ORANG-ORANG HINA DIANGKAT SEBAGAI PEMIMPIN
Di antara tanda-tandanya adalah orang-orang hina diangkat sebagai
pemimpin dan lebih mempercayakan mereka melebihi orang-orang terbaik
mereka. Sehingga segala urusan masyarakat berada di tangan orang-orang
bodoh dan hina yang tidak ada kebaikan di dalam diri mereka. Ini adalah
keterbalikan fakta dan berubahnya keadaan. Dan ini yang terjadi dan
dapat kita saksikan di zaman ini. Anda bisa melihat bahwa kebanyakan
pemimpin masyarakat juga dewan pertimbangan mereka adalah orang yang
sangat rendah keshalihan dan keilmuannya. Padahal, semestinya
orang-orang yang beragama dan bertakwalah yang lebih diutamakan dari
selain mereka dalam menang-gung urusan masyarakat. Karena manusia yang
paling mulia adalah orang-orang yang memiliki agama dan ketakwaan,
sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“... Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu...” [Al-Hujuraat: 13]
Karena itulah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mempercayakan
berbagai wilayah dan urusan manusia hanya kepada orang yang paling
shalih dan paling berilmu. Demikian pula yang dilakukan para khalifah
sepeninggal beliau. Contoh-contoh dalam masalah ini sangat banyak, di
antaranya apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Hudzaifah
Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada penduduk Najran:
َلأَبْعَثَنَّ إِلَيْكُمْ
رَجُلاً أَمِينًا حَقَّ أَمِينٍ، فَاسْتَشْـرَفَ لَهُ أَصْحَابُ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ.
“Sungguh aku akan mengutus kepada kalian seorang yang benar-benar
terpercaya,” lalu para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
memperhatikannya, lalu beliau mengutus Abu ‘Ubaidah.[1]
Berikut
ini sebagian hadits yang menunjukkan diangkatnya orang-orang hina
sebagai pemimpin, dan hal itu merupakan tanda-tanda Kiamat.
Di
antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا
الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا
الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا
الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ
يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
“Sesungguhnya akan datang
pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong
dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang
pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan
saat itu Ruwaibidhah [2] akan berbicara.” Ditanyakan kepada beliau,
“Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang bodoh yang
berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” [3]
Dan di dalam hadits Jibril yang panjang diungkapkan:
وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْـرَاطِهَا... وَإِذَا كَانَتِ الْعُرُاةُ
الْحُفَاةُ رُؤُوْسَ النَّاسِ، فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا.
“Akan
tetapi akan aku kabarkan kepadamu tanda-tandanya... yaitu jika orang
yang telanjang tanpa alas kaki menjadi pemimpin manusia, maka itulah di
antara tanda-tandanya.” [4]
Diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ: أَنْ يَغْلِبَ عَلَى الدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ
لُكَعٍ فَخَيْرُ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ مُؤْمِنٌ بَيْنَ كَرِيْمَيْنِ.
‘Di antara tanda-tanda Kiamat adalah orang-orang bodoh menguasai dunia,
maka manusia yang paling baik ketika itu adalah seorang mukmin di
antara dua orang mulia.’”[5]
Dijelaskan dalam sebuah hadits shahih:
إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.” [6]
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ... أَنْ يَعْلُوَ التُّحُوْتُ الْوَعُوْلَ،
أَكَذَلِكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْـنِ مَسْعُوْدٍ سَمِعْتَهُ مِنْ نَبِيٍّ؟
قَالَ: نَعَمْ، وَرَبِّ الْكَعْبَةِ. قُلْنَـا: وَمَا التُّحُوْتُ؟ قَالَ:
فُسُـوْلُ الرِّجَالِ، وَأَهْلُ الْبَيْتِ الْغَامِضَةِ يُرْفَعُوْنَ
فَوْقَ صَالِحِيْهِمْ. وَالْوَعُوْلُ: أَهْلُ الْبَيْتِ الصَّالِحَة.ُ
“Di antara tanda-tanda Kiamat... at-Tuhuut ada di atas al-Wa-’uul”,
apakah demikian kamu mendengarnya diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?”
Beliau menjawab, “Betul, demi Rabb Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah
at-Tuhuut itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang hina, dan
orang dusun yang diangkat di atas orang-orang shalih, sementara
al-Wa’uul adalah penghuni rumah yang shalih.” [7]
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى تَصِيرَ لِلُكَعِ ابْنِ لُكَعٍ.
“Tidak akan lenyap dunia sehingga orang-orang pandir menguasainya.” [8]
Maknanya adalah sehingga kenikmatan, kelezatan, dan kehormatan mengarah kepadanya.[9]
Dan dalam riwayat Imam Ahmad dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu
anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ لُكَعٍ.
“Tidak akan datang hari Kiamat hingga manusia yang paling berbahagia dengan dunia adalah orang-orang pandir.” [10]
Dijelaskan dalam ash-Shahiihain dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu
anhu yang beliau riwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
tentang hilangnya amanah:
حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ: مَا
أَجْلَدَهُ! مَا أَظْرَفَهُ! مَا أَعْقَلَهُ! وَمَا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ
حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ.
“Sehingga dikatakan
kepada seseorang, ‘Sungguh kuat! Sungguh cerdas! Dan sungguh cerdik!’
Sementara tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.” [11]
Inilah kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman
sekarang ini. Mereka berkata kepada seseorang, “Sungguh cerdas! Sungguh
baik akhlaknya!” mereka mensifati dengan sifat-sifat yang paling indah,
padahal mereka adalah manusia paling fasik, paling sedikit agama juga
amanahnya. Bisa jadi sebenarnya dia musuh bagi kaum muslimin dan selalu
berusaha untuk menghancurkan Islam. Tidak ada daya dan upaya kecuali
dari Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
[Disalin dari kitab
Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar
Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat
Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Akhbaarul Aahaad, bab Maa Jaa-a fii
Ijaazati Khabaril Waahidish Shadiq (XIII/232, dalam al-Fat-h).
[2].
الرُّوَيْبِضَةُ diungkapkan tafsirannya di dalam matan hadits, yaitu
orang bodoh. Dan الرُّوَيْبِضَةُ bentuk tashgiir dari kata
(اَلرَّابِضَةُ), ia adalah orang-orang lemah yang diam tidak bisa
melakukan hal-hal mulia, duduk tidak mencarinya dan orang yang hina
tidak ada artinya.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/185).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XV/37-38), syarh dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya hasan, dan matannya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid, dan mereka tidak
meriwayatkannya dari jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim
(I/181). Tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan (I/163, Syarh an-Nawawi).
[5]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Ausath dengan dua sanad, dan para perawi salah satu dari keduanya
tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/325).
[6]. Shahiihul Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/332, al-Fat-h).
[7]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Ausath dengan dua sanad, dan perawi salah satunya adalah tsiqah.”
(Majma’uz Zawaa-id VII/325)
[8]. Musnad Imam Ahmad (XVI/284, syarah
dan tahqiq Ahmad Syakir), beliau berkata, “Diriwayatkan oleh as-Suyuthi
dalam al-Jaami’ush Shaghiir dan beliau memberikan lambang bahwa hadits
tersebut hasan.” Al-Jaami’ush Shaghiir (II/200, dengan catatan pinggir
Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Haitsami berkata, “Perawi
Ahmad adalah perawi ash-Shahiih, selain Kamil bin al-‘Ala, dia adalah
tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/220).
Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid dan kuat.” An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/142) (no. 7149).
[9]. Lihat kitab Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami’ish Shagiir (V/394), karya ‘Abdurrauf al-Manawi.
[10]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal), as-Suyuthi
memberikan tanda dalam kitab al-Jaami’ush Shaghiir bahwa hadits tersebut
shahih (II/202, Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/177) (no. 7308).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333,
al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Raf’ul Amaanah wal
Iimaan min ba’dil Quluub (II/167-170, Syarh an-Nawawi).
34. UCAPAN SALAM HANYA DITUJUKAN KEPADA ORANG YANG DIKENAL
Dan di antara tanda-tanda Kiamat adalah seseorang hanya mengucapkan
salam kepada orang yang dikenalnya. Dijelaskan di dalam sebuah hadits
dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُسَلِّمَ الرَّجُلُ عَلَى الرَّجُلِ لاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ لِلْمَعْرِفَةِ.
‘Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat adalah seseorang
mengucap-kan salam kepada yang lainnya, dia mengucapkan salam kepadanya
hanya dengan sebab kenal.” [HR. Ahmad][1]
Dalam riwayat beliau pula:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ تَسْلِيمَ الْخَاصَّةِ.
“Sesungguhnya menjelang hari Kiamat akan ada pengucapan salam kepada orang-orang tertentu.”[2]
Hal ini dapat kita saksikan sekarang. Banyak orang yang mengucapkan
salam hanya kepada orang yang mereka kenal. Tentu saja hal ini
bertentangan dengan Sunnah, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mendorong untuk mengucapkan salam kepada orang yang Anda kenal atau
tidak Anda kenal. Sesungguhnya hal itu merupakan sebab tersebarnya
kecintaan di antara kaum muslimin yang pada akhirnya sebagai sebab
keimanan yang dapat mengantarkannya ke Surga. Sebagaimana dijelaskan
dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى
تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ
تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ.
‘Kalian tidak
akan masuk Surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman
(dengan sempurna) hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan sesuatu yang jika kalian melakukannya, maka kalian akan saling
mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.’” [HR. Muslim][3]
35. MENGAMBIL ILMU DARI ORANG BODOH (BUKAN AHLINYA)
Diriwayatkan oleh Imam ‘Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah, dengan
sanadnya dari Abu Umayyah al-Jumahi Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ ثَلاَثًا: إِحْدَاهُنَّ: أَنْ يَلْتَمِسَ الْعِلْمَ عِنْدَ اْلأَصَاغِرِ.
“Ada tiga hal yang termasuk tanda-tanda Kiamat, salah satunya: ilmu diambil dari orang-orang kecil (bodoh).’” [1]
Imam ‘Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah pernah ditanya tentang
(makna) orang-orang kecil? Lalu beliau menjawab, “Mereka adalah
orang-orang yang berkata dengan akal mereka sendiri, adapun anak kecil
yang diambil riwayatnya oleh orang dewasa, maka sesungguhnya ia bukanlah
orang kecil (di dalam hadits ini).”
Beliau rahimahullah pun
berkata dalam masalah itu, “Mereka mendapatkan ilmu dari orang-orang
kecil dari kalangan mereka, yaitu dari ahli bid’ah.” [2]
Dan
diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Manusia
akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari
kalangan Sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tokoh-tokoh
(ulama-ulama) mereka. Jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil
(ahlul bid’ah) dari kalangan mereka dan hawa nafsu mereka
bercerai-berai, maka mereka akan binasa.”[3]
[Disalin dari
kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil,
Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu
Katsir]
_______
Footnote
[1]. Kitab az-Zuhd, karya Ibnul Mubarak (hal. 20-21, no. 61) tahqiq Habiburrahman al-A’zhami, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (II/243, no. 2203).
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjadikannya sebagai penguat dalam kitab al-Fat-h (I/143).
[2]. Hasyiah kitab az-Zuhd (hal. 31), tahqiq dan ta’liq Syaikh Habiburrahman al-A’zhami.
[3]. Kitab az-Zuhd, karya Ibnul Mubarak (hal. 281, no. 815).
At-Tuwaijiri berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabiir,
dan al-Ausath dan ‘Abdur-razzaq dalam Mushannafnya dengan ungkapan yang
sama, dan sanadnya shahih dengan syarat Muslim.”
Ithaaful Jamaa’ah (I/424), dan lihat al-Mushannaf (XI/346, no. 20446) tahqiq Syaikh Habiburrahman al-A’zhami.
36. BANYAKNYA PARA WANITA YANG BERPAKAIAN TETAPI TELANJANG
Di antara tanda-tandanya adalah keluarnya wanita dari etika-etika
Islam, hal itu dengan mengenakan pakaian yang tidak menutup aurat,
menampakkan perhiasan, rambut juga segala hal yang wajib ditutupi dari
tubuhnya. Dijelaskan dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyalahu
anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي رِجَالٌ
يَرْكَبُونَ عَلَـى سُرُوجٍ كَأَشْبَاهِ الرِّحَالِ يَنْزِلُونَ عَلَـى
أَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ نِسَاؤُهُمْ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ عَلَـى
رُءُوسِهِمْ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْعِجَافِ، اِلْعَنُوهُنَّ
فَإِنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ لَوْ كَانَتْ وَرَاءَكُمْ أُمَّةٌ مِنَ الأُمَمِ
لَخَدَمْنَ نِسَاؤُكُمْ نِسَاءَهُمْ كَمَا يَخْدِمْنَكُمْ نِسَاءُ
اْلأُمَمِ قَبْلَكُمْ.
“Pada akhir umatku akan ada kaum pria
yang menunggang di atas pelana-pelana kuda bagaikan rumah-rumah [1].
Mereka turun di pintu-pintu masjid, wanita-wanita mereka berpakaian
tetapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta yang kurus [2].
Laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita
terlaknat. Seandainya setelah kalian ada salah satu umat, niscaya
wanita-wanita kalian akan menjadi pembantu bagi wanita-wanita mereka
sebagaimana wanita-wanita sebelum kalian menjadi pembantu bagi
wanita-wanita kalian.” [3] [HR. Imam Ahmad]
Sementara dalam riwayat al-Hakim:[4]
سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي رِجَالٌ يَرْكَبُونَ عَلَى الْمَيَاثِرِ
حَتَّى يَأْتُوْا أَبْوَابَ مَسَاجِدَهُمْ، نِسَاؤُهُنَّ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ.
“Akan ada di akhir umatku, kaum pria yang
menunggangi pelana-pelana besar (kendaraan) sehingga mereka datang ke
pintu masjid, sedangkan wanita-wanita mereka berpakaian tetapi
telanjang.”
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَـرِ، يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَـاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَـاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا.
‘Ada dua kelompok manusia penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat:
kaum laki-laki yang membawa cambuk seperti buntut sapi mereka memukul
manusia dengannya, dan kaum wanita yang berpakaian tetapi telanjang,
selalu melakukan kemaksiatan dan mengajarkan kemaksiatannya kepada orang
lain,[5] kepala-kepala mereka bagaikan punuk unta [6] yang miring,
mereka tidak akan masuk ke dalam Surga dan tidak akan mendapatkan
wanginya, padahal wangi Surga itu tercium dari jarak sekian dan
sekian.’”[7]
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
إِنَّ مِنْ أَشْـرَاطِ السَّاعَةِ... أَنْ تَظْهَـرَ ثِيَابٌ تَلْبَسُهَا نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ.
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat… maraknya pakaian-pakaian
yang dipakai oleh kaum wanita, mereka berpakaian tetapi telanjang.” [8]
Hadits-hadits ini adalah mukjizat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Apa-apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum
masa kita sekarang ini telah terjadi [9], dan akan lebih banyak lagi
pada zaman ini.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menamakan
wanita-wanita seperti ini dengan wanita-wanita yang berpakaian tetapi
telanjang, karena mereka berpakaian akan tetapi mereka telanjang, karena
pakaian mereka sama sekali tidak memenuhi fungsinya sebagai penutup
lantaran sangat tipisnya atau karena menggambarkan (bentuk tubuh)
seperti pakaian-pakaian kebanyakan wanita zaman sekarang.[10]
Ada juga yang mengatakan bahwa makna “berpakaian tetapi telanjang”
adalah wanita tersebut menutupi badannya akan tetapi mengikat
kerudungnya, mengetatkan pakaiannya, sehingga lekuk-lekuk bagian
tubuhnya nampak, dada juga pantatnya tercetak, atau sebagian badannya
terbuka, kemudian dia disiksa karena hal itu di akhirat. [11]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengumpulkan sifat-sifat wanita
seperti mereka bahwa mereka “Berpakaian tetapi telanjang”, juga “Selalu
melakukan kemaksiatan dan mengajarkannya kepada orang lain,” dan
“Kepala-kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring.” Ini adalah
khabar tentang sesuatu yang bisa disaksikan di zaman kita sekarang,
seakan-akan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyaksikan zaman kita
ini, lalu mensifatinya. Bahkan, di zaman sekarang ini ada tempat-tempat
untuk mengatur rambut wanita, memperindahnya, juga membentuknya, yaitu
tempat-tempat yang bernama “Salon Kecantikan.” Biasanya tempat tersebut
di bawah pengawasan kaum pria yang memberikan harga mahal. Bahkan tidak
hanya itu saja, kebanyakan kaum wanita tidak merasa puas dengan apa-apa
yang Allah karuniakan kepadanya berupa rambut alami, mereka mengambil
jalan lain dengan membeli rambut palsu yang disambungkan dengan
rambutnya tersebut, agar nampak lebih indah dan cantik, sehingga para
laki-laki tertarik kepadanya.[12]
[Disalin dari kitab
Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar
Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat
Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. (الرِّحَالُ) bentuk jamak dari kata (رَحْلٌ) maknanya adalah
tempat tunggangan di atas unta jantan atau betina, (الرِّحَالُ) lebih
besar daripada (اَلسَّرْجُ) dan ditutupi dengan kulit, biasanya
digunakan untuk kuda dan unta-unta yang bagus, dan dikatakan untuk
tempat tinggal manusia (رَحْلٌ)
Sementara di dalam Musnad Ahmad (XII/36, dengan tahqiq Ahmad Syakir) dengan lafazh (كَأَشْبَاهِ الرِّجَالِ) dengan huruf jim.
Menurut hemat kami -wallaahu a’lam- sesungguhnya di dalam redaksi
hadits ada perubahan yang tidak didapatkan oleh Muhaqqiq, karena itulah
ketika dia hendak menjelaskan makna lafazh, beliau berkata, “Ada sedikit
kerancuan di dalam makna, memberikan penyerupaan (الرِّحَالُ) dengan
(الرِّجَالُ) adalah sesuatu yang tidak mungkin.” Ini adalah pengarahan
yang terlalu dipaksakan.
Adapun jika lafazhnya adalah (كَأَشْبَاهِ
الرِّحَالِ) dengan huruf ha, maka hilanglah kerancuan, jadi maksudnya
adalah menyerupakan اَلسُّرُوْجُ dengan الرِّحَـالُ, jadi maknanya
adalah rumah-rumah, bisa juga sebagai isyarat untuk kursi-kursi indah
yang ada di dalam mobil pada zaman sekarang ini, karena mobil pada zaman
sekarang ini sudah menjadi kendaraan bagi kaum pria dan wanita, mereka
me-ngendarainya untuk pergi ke masjid dan tempat lainnya. Wallaahu
a’lam.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/209), Lisaanul ‘Arab (XI/274-275), dan Ithaaful Jamaa’ah (I/452-452).
[2]. (اَلْبُخْتُ) lafazh asing yang diarabkan, maknanya adalah unta
dari Khurasan, yang memiliki ciri khas dengan pundaknya yang panjang.
Lihat kitab Lisaanul ‘Arab (II/9-10), dan an-Nihaayah karya Ibnul Atsir
(I/101) adapun (اَلْعِجَافُ) adalah bentuk jamak dari kata (عَجْفَاءُ)
maknanya adalah yang kurus dari unta atau yang lainnya. Lihat
an-Nihaayah, karya Ibnul Atsir (III/186).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XII/26) (no. 7078), tahqiq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
[4]. Mustadrak al-Hakim (IV/436), beliau berkata, “Ini adalah hadits
shahih dengan syarat asy-Syaikhani, tetapi keduanya tidak
meriwayatkannya.”
Adz-Dzahabi berkata, “‘Abdullah yakni al-Qatabani,
walaupun Muslim menjadikannya sebagai hujjah, akan tetapi Abu Dawud dan
an-Nasa-i mendha’ifkannya.”
Abu Hatim berkata, “Dia adalah kerabat Ibnu Luhai’ah.”
Komentar saya, “Hadits-hadits lainnya memperkuatnya.”
[5]. مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ ada empat makna untuk kalimat tersebut:
a). مَائِلاَتٌ adalah wanita-wanita yang keluar dari ketaatan kepada
Allah Ta’ala dan segala hal yang diwajibkan terhadap mereka, berupa
menjaga kemaluan juga yang lainnya, sedangkan مُمِيْلاَتٌ adalah
wanita-wanita yang mengajarkan apa yang ia lakukan (berupa perbuatan
tersebut) kepada orang lain.
b). مَائِلاَتٌ berlenggak lenggok dalam berjalan, مُمِيْلاَتٌ pundak-pundaknya yang miring.
c). مَائِلاَتٌ bersisir seperti wanita-wanita yang selalu melakukan
zina, yang terkenal di kalangan mereka, مُمِيْلاَتٌ menyisiri orang lain
dengan gaya seperti itu.
d). Wanita-wanita yang selalu condong kepada laki-laki, merayu laki-laki dengan segala perhiasannya dan hal-hal lain.
Lihat Syarah an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVII/191).
[6]. رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ, kepala-kepala mereka besar
karena rambut yang disatukan (dikonde), dan di-lipatkan di atas
kepalanya sehingga agak condong ke salah satu sisi kepala sebagaimana
punuk unta yang miring.
Lihat Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVII/191).
[7]. Shahiih Muslim, bab Jahannam A’aadzanallaahu minhaa (XVII/190, Syarh an-Nawawi).
[8]. Al-Haitsami berkata, “Sebagiannya terdapat dalam ash-Shahiih dan para perawinya adalah para
perawi ash-Shahiih , selain Muhammad bin al-Harits bin Sufyan, dia adalah tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/327).
[9]. Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVII/190).
[10]. Al-Halaal wal Haraam fil Islaam (hal. 83), Dr. Yusuf al-Qardhawi,
cet. XII th. 1398 H, cet. al-Maktab al-Islami-Beirut, Damaskus.
[11]. Lihat Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVII/190).
[12]. Lihat al-Halaal wal Haraam fil Islaam (hal. 84).
37.BENARNYA MIMPI SEORANG MUKMIN
Dan di antara tanda-tandanya adalah benarnya mimpi seorang mukmin di
akhir zaman. Setiap kali seseorang yang benar dalam keimanannya, maka
mimpinya pun benar. Dijelaskan dalam ash-Shahiihain [1] dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا اقْتَـرَبَ الزَّمَانُ لَمْ
تَكَدْ رُؤْيَا الْمُسْلِمِ تَكْذِبُ، وَأَصْدَقُكُـمْ رُؤْيَا
أَصْدَقُكُمْ حَدِيثًا، وَرُؤْيَا الْمُسْلِمِ جُـزْءٌ مِنْ خَمْسٍ
وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ.
‘Jika Kiamat sudah
dekat, maka hampir-hampir mimpi seorang muslim tidak dusta. Mimpi kalian
yang paling benar adalah yang paling benar pembicaraannya. Dan mimpi
seorang muslim adalah satu bagian dari empat puluh lima bagian
kenabian.’”
Ini adalah lafazh Muslim.
Sementara dalam lafazh al-Bukhari:
لَمْ تَكَدْ رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ تَكْذِبُ ... وَمَا كَانَ مِنَ النُّبُوَّةِ فَإِنَّهُ لاَ يَكْذِبُ.
“Hampir saja mimpi seorang mukmin tidak dusta... dan apa saja yang berasal dari kenabian, maka ia tidak dusta.”
Ibnu Abi Hamzah rahimahullah berkata, “Makna ungkapan bahwa mimpi
seorang mukmin di akhir zaman tidak dusta adalah sebagian besar mimpi
seorang mukmin terjadi dalam bentuk yang tidak memerlukan tafsiran, dan
kebohongan tidak akan pernah masuk ke dalamnya. Berbeda dengan mimpi
yang sebelumnya, terkadang pentakwilannya agak samar sehingga seseorang
menafsirkannya, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang
dikatakan. Maka masuklah kebohongan ke dalamnya dengan tafsiran
tersebut.”
Beliau berkata, “Dan hikmah pengkhususan peristiwa
tersebut di akhir zaman bahwasanya seorang mukmin ketika itu menjadi
orang yang asing, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits:
بَدَأَ اْلإسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا.
“Islam datang dalam keadaan asing, lalu dia akan kembali asing sebagaimana awal kedatangannya.[2] [HR. Muslim]
Saat itu kawan seorang mukmin juga yang menolongnya sangat sedikit, maka dia dimuliakan dengan mimpi yang benar. [3]
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan waktu terjadinya mimpi seorang mukmin menjadi benar dengan beberapa pendapat: [4]
Pertama: Hal itu akan terjadi ketika menjelang Kiamat, kebanyakan ilmu
(agama) diambil dan syari’at Islam telah terhapus dengan sebab fitnah
dan banyaknya pembunuhan. Manusia seperti berada di zaman fathrah (zaman
di antara dua Nabi), mereka membutuhkan seorang mujaddid dan pemberi
pengingatan dalam masalah agama yang telah terhapus, sebagaimana umat
terdahulu diingatkan oleh para Nabi. Akan tetapi, Nabi kita Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah Nabi terakhir dan kenabiaan berakhir pada umat
ini maka mereka digantikan dengan orang yang bermimpi dengan mimpi yang
benar, yang merupakan bagian dari kenabian dengan membawa kabar gembira
dan peringatan. Pendapat ini diperkuat dengan hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu :
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ.
“Zaman saling berdekatan dan ilmu diambil.” [5]
Ibnu Hajar rahimahullah menguatkan pendapat ini.
Kedua: Hal itu terjadi ketika jumlah orang-orang yang beriman sedikit,
sementara kekufuran, kebodohan, dan kefasikan menimpa orang-orang yang
ada. Sehingga seorang mukmin merasa kesepian, lalu diberikan pertolongan
dengan mimpi yang benar sebagai penghormatan dan penghibur baginya.
Pendapat ini hampir sama dengan perkataan Ibnu Abi Hamzah terdahulu.
Berdasarkan dua pendapat ini, maka mimpi seorang mukmin tidak khusus
pada zaman tertentu. Akan tetapi, setiap kali kekosongan dunia semakin
mendekat, agama semakin merosot, maka saat itu mimpi seorang mukmin yang
jujur adalah benar.
Ketiga: Hal itu khusus terjadi pada masa
Nabi ‘Isa Alaihissallam (di akhir zaman), karena penduduk pada zamannya
adalah umat terbaik setelah kurun pertama. Perkataan mereka paling
benar, maka mimpi seorang mukmin yang jujur dengan imannya pada saat itu
benar-benar terjadi, wallaahu a’lam.
[Disalin dari kitab
Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar
Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat
Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab at-Ta’biir, bab al-Qaid fil Manaam
(XII/404, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab ar-Ru'-yaa, (XV/20, Syarh
an-Nawawi).
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Islaam Bada-a Ghariiban wa Saya’uudu Ghariiban (II/176, Syarh Muslim).
[3]. Fat-hul Baari (XII/406).
[4]. Lihat kitab Fat-hul Baari (XII/406-407).
[5]. Shahiih Muslim, kitab al-‘Ilmi, bab Raf’ul ‘Ilmi (XVI/222, Syarh an-Nawawi).
[6]. Musnad Ahmad (V/326), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
[7]. Musnad Ahmad (V/333), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
Al-Albani berkata, “Sanad ini shahih dengan syarat Muslim.” Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/251) (no. 647).
[8]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaan Annahu la Yadkhulul Jannata Illal Mukminun (II/35, Syarh Muslim). http://almanhaj.or.id/content/3171/slash/0Lihat Selengkapnya http://almanhaj.or.id/content/1114/slash/0Lihat Selengkapnya — bersama Rudy Monoarfa dan 31 lainnya.
— bersama Rie MuTe dan 45 lainnya.