Sabtu, 07 Januari 2012

Keteguhan Dalam Menggapai Hidayah ....

Keteguhan dan Kesungguhan Salman Al Farisi dalam Mencari Kebenaran

Salman Al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw. Salman adalah seorang yang berkebangsaan Persia. Salman dan keluarganya, dahulunya memeluk agama Majusi, penyembah api. Salman seringkali disuruh ayahnya untuk menjaga api sesembahan. Sampai-sampai Salman tidak diizinkan meninggalkan tempat api tersebut diletakkan.

Suatu hari ayah Salman menyuruhnya untuk memeriksa ladang mereka, yang letaknya agak jauh dari rumah. Ayahnya berpesan agar jangan terlalu lama memeriksanya. Artinya, setelah memeriksa ladang, Salman harus segera pulang.

Jalan untuk menuju ke ladang melewati sebuah gereja. Gereja tersebut terletak di antara rumah Salman dengan ladangnya. Salman begitu penasaran dengan apa yang dilakukan orang-orang di dalam gereja tersebut. Kemudian Salman pun mengintip orang-orang yang sedang bersembahyang di dalam gereja tersebut. Salman pun tersentak. Ternyata cara peribadatan orang-orang di dalam gereja itu lebih baik dan lebih meyakinkan daripada agama yang dianutnya selama ini.

Kemudian Salman bertanya kepada orang di dalam gereja, “Dari manakah asalnya agama ini?” Jawab orang di dalam gereja, “Dari Syam.” Karena begitu tertarik, Salman tinggal di gereja hingga terbenam matahari. Ia lupa dengan tugas dari ayahnya.

Ketika ia pulang, ayahnya pun memarahinya dengan keras. Salman menceritakan tentang agama yang baru ditemuinya di tengah jalan. Ayahnya kemudian menjelaskan bahwa agamanya itu tidak cocok untuk orang-orang di daerah tempat mereka tinggal. Tetapi Salan mengatakan bahwa agama barunya itu lebihbaik daripada agama yang selama ini mereka anut. Ayahnya pun menjadi marah dan menghukumnya dengan berat. Kakinya dibelenggu dan Salman pun dikurung di dalam rumah.

Suatu ketika, Salman menyuruh seseorang yang lewat di depan rumahnya. Salman minta bantuan, agar orang tersebut pergi ke gereja tempat dia mendapatkan agama barunya, dan mengatakan kepada orang-orang di gereja itu bahwa dirinya ingin mengikuti agama baru itu dan ingin bebas dari belenggu ayahnya ini.

Kemudian, beberapa orang Nasrani pun mendatanginya dan membebaskannya. Salman pun ikut ke gereja dan memeluk agama barunya itu.

Setelah beberapa saat, ternyata Salman kecewa. Sebab, pemuka agamanya berkelakuan buruk. Ia menganjurkan pengikutnya untuk banyak mendermakan harta namun harta yang banyak itu ia tumpuk sendiri demi kepentingan pribadi. Tak lama kemudian setelah sang uskup wafat, Salman menceritakan keburukan sang uskup hingga akhirnya para pengikutnya tidak jadi memakamkannya dan malah menyalib dan melempari jenazah tersebut.

Kemudian diangkatlah uskup baru. Uskup kali ini lebih jujur. Tetapi sayang, dia cepat meninggal dunia. Kemudian Salman berpindah-pindah gereja kembali, dan mendapati bahwa para uskup hidupnya begitu zuhud dan tidak tergoda nafsu duniawi. Salman sangat mencintai mereka.

Akhirnya uskup yang ketiga, yaitu uskup di Rumawi, sebelum ajal meninggalkan pesan pada Salman bahwa saat ini (saat dimana uskup dan Salman hidup) amat jarang orang Nasrani yang menekuni agama sebagaimana yang dilakukannya. Ia juga mengatakan bahwa saat ini telah datang seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Ibrahim. Nabi ini bersedia menerima hadiah namun tidak bersedia menerima sedekah dan beliau memiliki tanda kenabian diantara kedua tulang belikatnya. Nabi ini akan muncul di negeri Arab. Ia menambahkan bahwa sebenarnya kaum Nasrani telah mengetahui hal tersebut karena kitab mereka memang telah mengatakannya namun banyak diantara mereka yang nantinya akan menyangkal kebenaran tersebut.

Uskup itu menyitir sebuah ayat di dalam Injil,
“Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” (Kitab-Ulangan 18:18).

Hal tersebut rupanya juga terdapat dalam Alquran,
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. Ash Shaff: 6)

Salman akhirnya memenuhi keinginan sang uskup. Dia pergi ke Arab. Tetapi sayang, di tengah perjalanan, dia dirampok orang dan hartanya dirampas. Perampok itu adalah orang Yahudi. Dia pun akhirnya menjual Salman sebagai budak. Di Madinah, Salman dijual kepada orang Yahudi lain. Salman berharap, di tepat ini dia akan dapat menemukan nabi baru seperti yang disampaikan sang uskup.

Suatu hari, ketika ia sedang berada di atas pohon kurma untuk menjalankan perintah majikannya, ia mendengar seseorang berteriak, “Celakalah orang-orang Bani Qailah, mereka sekarang sedang berkumpul di Quba, menyambut kedatangan seorang dari Makkah yang mereka pandang sebagai Nabi.”

Maka malam hari itu juga ketika si majikan sedang tidur, Salman segera menuju Quba dan membawa beberapa jenis makanan untuk diberikan kepada Sang Nabi dan mengatakan bahwa itu adalah sedekah. Sang Nabi menerimanya dan menyuruh orang-orang untuk memakannya namun beliau sendiri tidak turut menyantapnya.

Salman berkata dalam hati, “Inilah tanda pertama…” Keesokkan harinya ia kembali lagi dan membawa beberapa jenis makanan, namun kali ini ia mengatakan bahwa ini adalah hadiah. Sang Nabi menerimanya dan menyantapnya bersama orang-orang yang lain. Salman kembali berbisik, “Inilah tanda kedua itu...” Pada kesempatan lain Salman kembali datang menemui dan berusaha untuk melihat bagian punggung Sang Nabi. Rupanya Sang Nabi mengetahui maksud Salman, ia pun segera membuka pakaian atasnya. Maka Salman pun segera melihat tanda kenabian di punggung Sang Nabi sebagaimana yang digambarkan uskup di Rumawi.

Detik itu juga Salman langsung menghambur dan memeluk Sang Nabi, Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dengan penuh haru dan sambil menangis tersedu sedan iapun menceritakan pengalaman panjang hidupnya dalam rangka mencari kebenaran sejati. Salmanpun segera memeluk agama Allah, Islam. Semoga Allah melimpahkan rahmat sebesar-besarnya kepada hambanya yang sudi terseok-seok mencari hidayah-Nya.

Namun perjalanan Salman masih panjang. Karena kedudukannya sebagai budak ia terikat perjanjian kepada majikannya hingga ia sulit menjalankan ajaran agamanya. Untuk menebus dirinya ia harus menyediakan tiga ratus bibit kurma dan menanamnya di sebidang tanah ditambah lagi harus menyerahkan emas seberat kurang lebih 119 gram.

Namun berkat anjuran Rasulullah, maka para sahabat pun rela membantu Salman untuk mengumpulkan barang tebusan tersebut. Maka sejak itulah Salman Al Farisi, sang anak Persia kesayangan ayahnya, tidak pernah meninggalkan Rasulullah dan selalu menyertai beliau dalam memperjuangkan berdiri tegaknya Islam.

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.” (QS. Luqman: 33).

Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy Syuura: 13).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar